Selasa, 13 September 2011

MAKALAH KOMUNIKASI POLITIK


MAKALAH

“PARTISIPASI POLITIK KAUM MARJINAL/MISKIN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Komunikasi Politik

Dosen : Budi  Suharjo,S.Ip.









Ditulis Oleh :

 

Dudung Dulaji

NPM : 652010108008
Semester V




FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS WIRALODRA
2011

KATA PENGANTAR

Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang bagaimana sebenarnya partisipasi politik kaum miskin pada masa demokrasi yang dianut dan diyakini (dapat membawa banyak aspek positif untuk menata kehidupan suatu bangsa dan negara yang lebih baik) di banyak negara-negara berkembang terutama negara kita, Indonesia.
Atas telah diselesaikannya penulisan makalah ini, penulis memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Bapak Budi Suharjo,S.Ip. selaku dosen mata kuliah Komunikasi Politik yang telah memberikan ilmunya kepada penulis sehingga tersusunnya makalah ini.
Penulis berharap semoga dengan penyusunan makalah ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di FISIP UNWIR serta bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.


Indramayu, 15 Januari 2011.

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang Masalah
  Kita ketahui bahwa sebelum reformasi, sistem politik yang berlangsung di Indonesia adalah sistem politik yang tertutup, partisipasi masyarakat dianggap sebagai sesuatu yang remeh dan tidak terlalu penting bagi pemerintah. Pemerintah selalu yakin bahwa dialah satu-satunya aktor yang benar-benar tahu akan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Atas nama pembangunan dan kesejahteraan yang ditafsirkan sepihak oleh pemerintah, kebijakan publik acapkali membawa malapetaka bagi masyarakat karena masyarakat tidak dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan tersebut. Tidak adanya ruang dalam proses pembuatan kebijakan publik mengakibatkan kebijakan publik yang dibuat seringkali tidak sesuai dengan kehendak dan kebutuhan rakyat.
  Di masa lalu (Orde Baru), aktor-aktor yang terlibat dalam proses pembuatan kebijakan publik sangat terbatas dan hanya berkisar di lingkaran kecil elit birokrasi dan militer. Sehingga beragam artikulasi kepentingan di luar birokrasi lebih banyak ditanggapi melalui proses klientelisme atau penyerapan (absorsi) tanpa proses pelibatan aktor extra state.
Dengan lahirnya reformasi, ada dua perubahan besar yang terjadi di Indonesia yaitu demokratisasi dan desentralisasi. Dengan adanya demokrasi, tuntutan membuka ruang partisipasi yang luas bagi masyarakat menjadi sesuatu yang tak terelakkan lagi. Dalam sistem politik demokratis, perumusan kebijakan publik mensyaratkan hal-hal mendasar yang sebelumnya terabaikan, yaitu melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses pembuatan kebijakan.
2.      Rumusan Masalah
Kajian pada pembahasan makalah ini difokuskan pada Siapa sajakah mereka? Apakah rakyat miskin yang termarginalkan itu juga termasuk di dalamnya? Lalu masyarakat yang bagaimanakah yang dimaksud? Sebenarnaya apakah partisipasi politik itu? Aspek-aspek apa saja yang ada didalamnya?



BAB II
PEMBAHASAN


1.   Makna Partisipasi Politik
Pemaknaan partisipasi bukan sekedar Vote melainkan Voice, Acces dan control. Vote disebut dengan partisipasi politik (political participation) secara terbatas, maka voice, akses dan kontrol merupakan bentuk partisipasi warga (citizen participation) yang dilakukan secara aktif oleh berbagai elemen warga masyarakat. Partisipasi politik merupakan proses dimana anggota masyarakat mampu membagi pandangan mereka dan menjadi bagian dari proses pembuatan keputusan dan berbagai aktivitas perencanaan; kegiatan yang dilakukan masyarakat untuk dapat mempenagruhi keputusan-keputusna pemerintah.. Melalui proses ini berbagai pihak yang berkepentingan berusaha mempengaruhi pemegang kewenangan dan kontrol disaat merumuskan inisiatif-inisiatif pembangunan, ketika mengambil keputusan-keputusan dan menentukan sumber daya yang nantinya bisa mempengaruhi mereka.
Selain dari itu, kami mendefinisikan partisipasi politik merupakan semua kegiatan untuk mempengaruhi keputusan pemerintah, tak peduli apakah itu legal atau ilegal dalam norma-norma yang berlaku dalam sistem politik di negara yang bersangkutan. Dengan demikian maka protes-protes, huruhara, demonstrasi dan malahan bentuk bentuk kekerasan pemberontakan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pejabat-pejabat pemerintahan merupakan bentuk-bentuk partisipasi politik. Bahkan bentuk partisipasi yang legal pun seperti lobbying, contacting atau pemilihan juga bisa diwarnai kegiatan-kegiatan ilegal didalamnya misalnya penyuapan, intimidasi, pemalsuan hasil pemilihan, dsb. Batas antara legal dan ilegal sangat sulit ditetapkan karena banyak juga kegiatan ilegal hanya merupakan perpanjangan dari upaya-upaya yang legal untuk mempengaruhi pengambilan keputusan-keputusan oleh pemerintah.
Usaha-usaha untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dapat melibatkan usaha membujuk atau menekan pejabat-pejabat untuk bertindak (atau tidak bertindak) dengan cara-cara tertentu. Atau para partisipan dapat berusaha untuk menggantikan pengambil-penganmbil keputusan pada waktu itu dengan orang-orang lain yang mereka harapkan akan lebih tanggap terhadap preferensi-preferensi dan kebutuhan-kebutuhan mereka. Jadi, partisipasi politik dapat diarahkan untuk mengubah keputusan-keputusan pejabat-pejabat yang sedang berkuasa, menggantikan atau mempertahankan pejabat-pejabat itu, atau mempertahankan organisasi sistem politik yang ada dan aturan-aturan permainan politiknya. Semuanya merupakan cara-cara untuk mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah.
2. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik
(1). Kegiatan pemilihan, mencakup suara, akan tetapi juga sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dama suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan. Ikut dalam pemungutan suara adalah jauh lebih luas dibandingkan dengan bentuk-bentuk partisipasi politik lainnya. Walaupun demikian pemilihan adalah salah satu bagian dari bentuk partisipasi, jadi tidak bisa dikatakan bahwa jika partisipasi masyarakat dalam pemilihan atau pemungutan suara meningkat berarti bentuk-bentuk partisipasi politik lainnya juga meningkat demikian juga sebaliknya.
(2). Lobbying, mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik dengan maksud mempengaruhi keputusan – keputusan mereka mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang. Contoh-contoh yang jelas adalah kegiatan yang ditujukan untuk menimbulkan dukungan bagi atau oposisi terhadap, suatu usul legislative atau keputusan administrasif tertentu.
(3). Kegiatan organisasi, tujuan utama dan eksplisitnya adalah mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Organisasi ini dapat memusatkan usahanya kepada kepentingan-kepentingan yang sangat khusus atau pada masalah umum yang beraneka ragam. Menjadi anggota organisasi sudah merupakan bentuk partisipasi politik tak peduli apakah orang yang bersangkutan ikut atau tidak dalam upaya organisasi untuk mempengaruhi keputusan pemerintah. Keanggotan yang tidak aktif dapat dianggap sebagai partisipasi melalui orang lain.
(4). Mencari koneksi (contacting) merupakan tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintah dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi hanya satu orang atau segelintir orang.
(5). Tindak kekerasan (violence), upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-orang atau harta benda
Partisipasi dapat dipahami sebagai prinsip, proses maupun ruang. Partisipasi bisa menjadi sebuah prinsip dan nilai dasar yang menjadi semangat dalam seluruh proses kebijakan. Namun partisipasi juga bisa merupakan rangkaian proses kebijakan yang efektif, efisien, dan pro publik dengan cara meningkatkan kualitas interaksi yang bersifat dua arah dan saling menguntungkan antara pemerintah dan warganya. Selain itu partisipasi juga bisa merupakan arena yang memberikan ruang kepada pihak-pihak yang terkena imbas langsung oleh kebijakan publik. Dengan demikian partisipasi bukan hanya dimengerti sebagai tujuan semata tetapi juga sebagai sarana untuk mewujudkan kebijakan yang pro publik dan sensitif. Dari sini diharapkan terwujudnya kesejahteraan sosial yang menjadi dasar eksistensi kebijakan publik, secara adil dan merata.
Unsur-unsur dalam partisipasi
1.      Keterwakilan
Merupakan aspek penting dari apa yang disebut dengan “ keadilan ni artinya, adanya peluang yang sama untuk memberikan suara dan menyatakan pilihan bagi seluruh masyrakat tanpa pengecualian.
2.  Keterlibatan
Bila ingin mengembangkan partisipasi dalam proses kebijakan maka adanya keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan dan yang merasakan langsung efek kebijakan harus ada. Sebab apda dasarnya, apabila yang menjadi masalah adalah maslaah publik maka publik jugalah yang berhak menentukan penyelesaiannya. Hal ini harus diawali dengan mengubah relasi antara pemerintah dengan masyarakat yang pada awalnya sangat bersifat hierarkis dan superordinat menjadi lebih cair, berdasarkan semangat saling berbagi sumberdaya dan saling percaya.
Syarat agar partisipasi dapat berjalan
1.      Keleluasaan, ada dua ruang yaitu ruang politik dan sosial yan g harus dibuka secara leluasa.
·         Ruang politik. Pemerintah harus mengembangkan struktur kesempatan politik yang mampu memfasilitasi proses partisipasi agar bisa berjalan dan berkembang dengan optimal. Sistem politik dan institusi publik yang ada harus memberikan iklim yan gkondusif bagi tumbuh kembangnya partisipasi
·         Ruang sosial. Partisipasi hanya bisa berjalan dengan baik apabila struktur sosial yang ada di dalam masyarakat bersifat egaliter. Apabila masih kental nuansa patron-clientnya dan sangat elitis maka dalam setiap pembuatan keputusan hanya melibatkan segelintir elite yang mereka hormati dan tidak akan bersifat partisipatif (masyarakat dapat terlibat aktif). Para elite ini sangat berpotensi dalam memobilisasikan massa atau mengatasnamakan rakyat untuk menggolkan keinginan mereka.
3. Kesediaan dan kepercayaan
Disini dituntut adanya kesediaan dari pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus bersedia dalam memberikan keleluasaan bagi masyarakat untuk terlibat dna mempengaruhi keputusan-keputusan yang ada dalam proses kebijakan. Jikalau belum ada kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi maka seyogyanya pemerintah bersedia membuka ruang dan mekanisme yang memungkinkan partisipasi tersebut bisa tumbuh dan berkembang. Selain itu juga adanya keharusan dari kesediaan masyarakat untuk terlibat dalam proses pembuatan kebijakan yang ada. Kesediaan ini akan muncul jika kesadaran citizenship (kesadaran nasional) akan pentingnya hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara sudah mengakar dalam benak masyarakat. Tanpa adanya kesediaan masyarakat maka mustahil untuk terjadi proses partisipasi karena hasrat publik merupakan input utama yang akan dikonversikan menjadi kebijakan yang lebih responsif dan accountable.

4. Kemampuan
keleluasaan dan kesediaan yang ada harus didukung oleh kemampuan pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan nilai,prinsip dan mekanisme partisipasi yang kontinue. Setelah kita mengetahui deskripsi (gambaran) secara garis besar (umum) tentang partisipasi politik selanjutnya kami akan membahas tentang partisipasi politik oleh kaum miskin. Apa, bagaimana dan rintangan apa saja yang akan dihadapi kaum miskin dalam berpartisipasi dalam politik? Tetapi sebelumnya kita harus tahu terlebih dahulu, siapakah orang atau kaum miskin itu ?
3.  Definisi Kaum miskin (marjinal).
Kaum miskin ( The Poor) yang kami maksudkan disini adalah :
1.      Di daerah pedesaan yaitu petani atau buruh tani pada tingkat subsistensi dan di bawah subsistensi (sub-subsistensi).
-subsistensi : mereka yang memiliki, menyewa, menggarap lahan ( yang hampir-hampir tidak mencukupi untuk menghidupi diri mereka dan keluarga) atas dasar perjanjian bagi hasil atau dapat memanfaatkan berdasarkan tradisi komunal
sub-subsistensi : mereka yang memiliki, menyewa atau menggarap lahan yang lebih kecil lagi atau mereka yang tidak memiliki lahan sama sekali, yang sebagian besar atau bahkan seluruh penghasilannya tergantung kepada upah yang mereka peroleh sebagai buruh
2.  Di daerah perkotaan yaitu mereka yang berpendidikan atau berketerampilan rendah atau bahkan tidak berpendidikan dan tidak memiliki keterampilan sama sekali, yang memiliki pekerjaan tidak terjamin, dengan upah yang rendah dan tidak adanya kemungkinan untuk memperoleh kedudukan yang lebih baik. Biasanya mereka bekerja pada perusahaan-perusahaan manufaktur atau pekerjaan jasa seperti menjadi pembantu rumah tangga, buruh bangunan, kuli angkut, dll.
Orang-orang semacam ini adalah mereka yang berada di lapisan paling bawah dari pendistribusian pendapatan di kota di kebanyakan negara berkembang.
4.  Penyebab Rendahnya Partisipasi Politik Kaum Miskin
Dengan keadaan ekonomi yang begitu susah, didukung lagi dengan keadaan politik dan pemerintahan kita yang semakin kacau dan semakin kapitalis ini, apakah mereka masih punya harapan untuk meminta perlindungan dan penghidupan yang lebih layak kepada pemerintah (policy makers) dengan ikut aktif berpartisipasi untuk mengisi ruang publik yang terbuka lebar saat ini? Menurut penelitian Samuel Huntington dan Joan Nelson yang dilakukan di negara-negara berkembang menyimpulkan bahwa orang-orang miskin biasanya tidak begitu antusias dalam berpartisipasi politik.
Hal ini disebabkan karena :
·         pada umumnya, lingkup kegiatan pemerintah yang mempunyai relevansi langsung dengan kebutuhan ataupun kepentingan rakyat miskin sangat terbatas. Contohnya dalam pelayanan kesehatan ataupun program-program pekerjaan umum untuk mengurangi penggangguran. Jikalau negara menyediakan pelayanan kesehatan, mereka akan memberikan pelayanan dengan kualitas dan fasilitas yang sangat minim dan tidak berkualitas.Dengan adanya keterbatasan lingkup ini maka usaha-usaha masyarakat untuk mengadakan kontak baik secara perorangan maupun kelompok dengan badan-badan pemerintahan untuk membantu mengatasi atau memenuhi kebutuhan mereka yang mendesak dianggap tidak relevan lagi atau sangat tidak mungkin untuk dilakukan. Dan menurut mereka (rakyat miskin) lebih tidak masuk akal lagi untuk melakukan tindakan kolektif bersama dengan kaum miskin lainnya dalam upaya untuk mempengaruhi pemerintah.
·         dengan adanya space yang sangat tidak mungkin untuk mereka akses agar dapat benar-benar bisa mengartikualsikan kepentingannya kepada pemerintah dan pemerintah benar-benar dapat mengapresiasi dan merealisasi keinginan mereka, maka mereka malah lebih mengandalkan orang lain. Mereka lebih berpaling kepada anggota-anggota keluarga atau tetangga mereka yang bisa membantu, pendeta atau pemuka-pemuka agama lainnya, pemilik warung, tuan tanah, guru atau mungkin bisa siapa saja yang lebih baik nasibnya dan mampu membantu mereka
·         karena ketidaktahuan mereka, terutama rakyat miskin yang berada di daerah pedesaan. Mereka mungkin tidak tahu bahwa ada kebijaksanaan dan program-program pemerintah yang berhubungan langsung dengan kepentingan mereka, hal ini dikarenakan karena adanya keterbatasan teknologi informatika untuk mengakses informasi disana dan adanya keterbatasan pendidikan dan pengetahuan rakyat di daerah pedesaan. Kita ketahui bahwa di kebanyakan daerah pedesaan pendidikan dan perkembangan informasi berjalan sangat lamban dan apabila mereka mendapatkan informasi, mereka mungkin juga tidak menyadari bahwa ada hubungan yang sangat erat antara kepentingan-kepentingan mereka dengan kebijakan-kebijakan tertentu yang dijalankan oleh pemerintah, seperti kurs mata uang asing, insentif perpajakan yang mendorong inflasi yang semuanya itu memiliki dampak langsung atas kepentingan mereka (rakyat miskin).
Tetapi walaupun program-program nyata pemerintah tersebut sekarang ini sudah bisa dirasakan, diakses oleh masyarakat , akan tetapi dalam hal-hal dimana pemerintah dipandang relevanpun, orang-orang miskin cenderung untuk berkesimpulan bahwa upaya individual dan kolektif untuk mempengaruhi pemerintah secara signifikan tidak ada gunanya.
·         rakyat miskin tidak memiliki sumber-sumber daya untuk berpartisipasi secara aktif dan efektif, informasi yang kurang memadai, tidak memiliki kontak-kontak yang tepat dan seringkali juga waktu.
·         orang miskin cenderung untuk beranggapan bahwa permohonan-permohonan ataupun tekanan-tekanan dari pihak mereka apakah yang dilakukan secara perorangan ataupun kolektif, akan dianggap sepi atau ditolak oleh pemerintah dan anggapan itu sering kali benar
·         jikalau mereka berani mengartikulasikan apa keinginan mereka, seringkali justru menimbulkan represi dari pihak pemerintah atau tindakan pembalasan dari pihak-pihak partikelir yang merasa kepentingan mereka terancam oleh sikap golongan miskin yang menuntut hak-hak mereka. Terutama mereka yang berada pada batas atau di bawah subsistensi, mereka sangat rawan terhadap ancaman dari pihak majikan, tuan tanah maupun kreditor. Hal ini sangat kental sekali di negara kita terutama pada masa Orba, dimana semua hal yang berlawanan dengan keinginan “negara” akan dengan tegas dan jelas mendapatkan represi dan ancaman dari negara
·         rintangan-rintangan yang menyebabkan partisipasi politik rendah adanya ikatan patron-client yang sangat erat di masyarakat desa dan adanya kesulitan dalam melakukan kegiatan politik yang terorganisir karena tiadanya rangsangan yang mengakar di dalam fakta kehidupan masyarakat miskin karena dahulunya fatalisme sangat kuat dan rasa hormat terhadap mereka yang lebih tinggi kedudukannya dari segi sosial dan politik juga sangat kental sehingga mereka menganggap mereka memang pantas untuk diikuti (memiliki kemampuan) dan kebijakan mereka adalah yang terbaik sehingga rakyat sepenuhnya tunduk dan mengikuti kebijakan-kebijakan yang ditetapkan
·         Disamping itu partisipasi kaum miskin juga sangat dipengaruhi oleh keterbukaan sikap golongan politik yang sudah mapan. Adanya keterbukaan mereka dalam membuka kesempatan kepada mereka untuk berpartisipasi politik. Dalam faktanya mereka seringkali memberikan sanksi-sanksi institusional dan sosial serta tekanan-tekanan ataupun membuat peraturan-peraturan yang mempersulit partisipasi. Misalnya saja pada awal 70-an, orang-orang buta huruf di Brazil dan Ekuador tidak diperkenankan untuk memberikan suara,baru belakangan ini saja mereka boleh mengggunakan hak suaranya; dalam pemilihan kotapraja di beberapa daerah, masyarakat harus memenuhi syarat-syarat kekayaan.
1.      Kontak Individual untuk Memperoleh Manfaat Khusus
Mencari kontak individual untuk memperoleh manfaat khususnya merupakan bentuk yang paling jelas dan mudah dari partisipasi politik yang otonom bagi mereka yang tadinya bersikat apolitiks. Dari semua bentuk partisipasi politik, mengadakan kontak individual menunjukkan hubungan yang paling jelas, langsung dan (biasanya) segera antara tindakan dan hasilnya. Bentuk-bentuk partisipasi lainnya membuahkan hasil-hasil yang seringkali tidak pasti, diperoleh setelah lewat suatu jangka waktu tertentu dan secara bercampur-baur (diffused). Tidak ada seorang pun partisipan yang bisa merasa pasti bahwa tindakan akan membuahkan hasil yang pada umumnya dikehendaki, atau apakah dan kapan ia secara pribadi akan memeproleh manfaatnya. Meskipun usaha mengadakan kontak itu mungkin memerlukan banyak inisiatif dan keuletan, namun diperkirakan bahwa orang-orang yang berpenghasilan rendah lebih sering melakukan kegiatan itu daripada bentuk-bentuk partisipasi lainnya.
Kegiatan-kegiatan, skeptisisme, dan kesulitan-kesulitan fisik atau sosial untuk menemui pejabat semuanya membatasi kegiatan mengadakan kontak maupun bentuk-bentuk partisipasi politik lainnya di kalangan kaum miskin di semua negara. Akan tetapi di negara-negara yang sedang berkembang, kegiatan mengadakan kontak yang partikularistik oleh kaum miskin itu seringkali dibatasi oleh satu rintangan umum lainnya: lingkup yang relatif sempit dari pelayanan-pelayanan dan manfaat-manfaat individual yang bisa diperoleh melalui badan-badan pemerintah.
Dimana diketahui tersedia fasilitas-fasilitas, akan tetapi rakyat berpendapat bahwa para pejabat tidak akan memberikan tanggapan atau akan menuntut uang suap yang besar, mereka mungkin akan berusaha minta perantara seorang tokoh yang lebih berpngaruh atau kaya. Dengan kata lain, adanya fasilitas-fasilitas yang dianggap relevan namun tidak dapat diperoleh, menyebabkan kontak-kontak dilakukan melalui saluran-saluaran patron bagi partisipasi yang dimobilisasikan.
2.  Partisipasi yang Dimobilisasikan
Partisipan dirangsang untung bertingkah-laku dengan cara-cara yang bertujuan untuk mempengaruhi pemerintah tanpa adanya minat pribadi dari mereka.
Faktor-faktor/ fenomena-fenomena lain yang bisa mempengaruhi tingkat partisipasi politik kaum miskin:
·         Lobi elite politik, dengan adanya lobi elit politik yang tidak berusaha membahas masalah bersama akan tetapi mencoba untuk merancang pembagian kekuasaan membuat orang-orang miskin pesimis akan keikutsertaanya dalam kancah politik.
·         Serangan fajar, inilah yang membuat orang-orang miskin yang awalnya pesimis akan pengaruh dalam partisipasi politiknya menjadi sedikit tergugah. Nominal yang tak seberapa dan mungkin hanya bisa untuk bertahan hidup dalm satu hari penuh ia ambil sebagai balas jasa setelah memilih calon yang memberi nominal tersebut.


3.  Perhimpunan-perhimpunan Kepentingan Khusus
Organisasi-organisasi dengan kepentingan khusus di kalangan orang yang berpenghasilan rendah mengandung banyak logika dari kegiatan mengadakan kontak khusus. Dan organisasi-organisasi sifatnya tidak permanen,artinya organisasi ini biasanya langsung membubarkan diri setelah tujuannya tercapai.Cara yang mereka menggunakan adalah tindakan yang kolektif(bersama-bersama),sehingga mereka dapat mengejar tujuan-tujuan yang melampaui tindakan yang dilakukan orang dengan mengajukan petisi secara sendiri-sendiri
Kondisi-Kondisi bagi Kelompok-KelompokKepentingan Khusus Berukuran Kecil
Beberapa persyaratan sebelum organisasi semacam ini dapat tumbuh:
·         Harus ada kesadaran tentang adanya masalah bersama yang dirasakan mempunyai prioritas tinggi. Prioritas yang tinggi ini biasanya ditentukan oleh keadaan kehidupan masyarakat pada waktu itu dan juga rencana-rencana untuk masa depan.
·         Persoalan harus dianggap sebagai cocok atau masuk akal bagi tindakan atau bantuan pemerintah yang segera dan spesifik.Beberapa masalah yang dianggap paling cocok dengan tindakan pemerintah yang segera dan spesifik adalah masalah yang pertama-pertama ditimbulkan oleh pemerintah sendiri.
·         Harus ada semacam jaminan bahwa manfaat-manfaat akan dibagi rata,atau setidak-tidaknya bahwa tidak akan ada perorangan atau klik yang mengantongi bagian terbesar dari buah hasilnya.
Jaminan semacam ini akan diperoleh jika manfaat yang sedang dicari itu sifatnya sedemikian rupa sehingga tiidak dapat dibagi-bagi.
·         Partisipasi yang bebas oleh orang-orang miskin membutuhkan pemimoin-pemimpin yang sedikit banyaknya mengetahui bagaimana caranya menggunakan pengaruh.Di daerah pedesaan pemimpin-pemimpin itu biasnya adalah orang memiliki sedikit banyak pengalaman hidup di kota.
·         Akhirnya,tindakan politik kolektif harus dianggap sebagai sama atau lebih “cost-effective” dibandingkan dengan cara-cara alternatifnya.Artinya,kemungkinan bagi tercapainya hasil-hasil yang diinginkan itu melalui tindakan politik kolektif harus kelihatan sama baik atau lebih baik,atau setidaknya upaya atau resiko yang dibutuhkan harus kelihatan lebih kecil,daripada apabila ditempuh cara-cara lain untuk mencapai tujuan yang sama.
5. Taktik Kelompok kepentingan; khusus di kalangan kaum miskin
Kelompok-kelopok kepentingan di berbagai negara-negara berkembang bisanya menyampaikan seruannya melalui koran-koran atau radio yang memang menyediakan ruangan khusus untuk tulisan-tulisan atau berita lokal yang memang menguraikan masalah-masalah komunitas tertentu atau usaha-usaha swadaya dan seruan-seruan minta bantuan dari kelompok-kelompok khusus.
Tidak hanya tujuan-tujuan kelompok kepentingan khusus itu kecil dan taktik-taktik mereka moderat, akan tetapi upaya-upaya mereka biasanya berumur pendek atau sporadis. Pada mulanya kelompok-kelompk orang miskin bersikap sinis dan masa bodoh, serta terpecah-pecah, sementara mereka mencurigai pemimpin-pemimpin mereka sendiri, maka sulitlah untuk melibatkan mereka ke dalam tindakan kolektif. Karena, jika terlibat mereka mudah berkecil hati dan yang merupakan paradoks adalah bahwa keberhasilan pun mengancam kelangsungan hidup organisasi.
Efek Organisasi-Organisasi Kepentingan Khusus Berukuran Kecil
Kelompok-kelompok kepentingan khusus yang berukuran kecil di kalangan kaum miskin memiliki implikasi politik yang lebih luas daripada ketika mengadakan kontak individual. Baik melalui kontak individual maupun partisipasi kelompok-kelompok kepentingan khusus yang berukuran kecil, keduanya menghasilkan manfaat bagi kaum miskin. Frekuensi dan volume kedua jenis partisipasi tersebut dapat mencerminkan sebuah keberhasilan. Tetapi bila kesemua volume tuntutan individual atau kelompok kecil yang diajukan oleh kaum miskin sangat besar maka kemungkinannya tidak akan mempunyai pengaruh yang berarti terhadap sisitem politik yag lebih luas. Tekanan-tekanan yang jika dibiarkan dapat mengambil bentuk yang kolektif dan ditujukan terhadap langkah-langkah penyusunan kebijaksanaan sesungguhnya yang disalurkan sedemikian rupa sehingga menjadi tuntutan kecil yang terpisah-pisahkan yang dapat dipenuhi seluruhnya atau untuk sebagian.
Tetapi kelompok-kelompok kepentingan khusus memiliki dampak yang besar terhadap sikap dan persepsi politik tiap anggotanya. Dengan mengontrol efek-efek usia, status sosio-ekonomi, dan lamanya waktu tinggal di kota kita dapat menemukan dalam hal respondennya secara keseluruhan bahwa kontak-kontak dengan pemerintah dan jasa-jasa pribadi yang telah diterima mempunyai kaitan yang positif dan cukup kuat dengan perasaan efektifitas politik pribadi, rasa bangga dan identifikasi dengan lembaga politik nasional, dukungan umum kepada sistem politik dan persepsi mengenai tanggapan pemerintah terhadap tekanan-tekanan warganya.
Pengalaman yang berhasil dalam partisipasi melalui kelompok-kelompok kecil dapat meningkatkan perasaan efektifitas politik. Bentuk, tujuan dan lamanya usia kelompok-kelompok seperti itu cenderung sangat terbatas sampai sejauh mana sikap yang dibentuk oleh pengalaman yang berhasil dengan himpunan di lingkungan sekitarnya, koperasi pedesaan atau organisasi kecil yang dapat dialihkan kepada partisipasi yang diorganisasikan atas dasar yang berbeda.















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Bagi kebanyakan orang miskin dalam kondisi-kondisi yang paling lazim, partisipasi politik, baik dulu maupun sekarang secara objektif merupakan suatu cara yang sulit dan mungkin tidak efektif untuk menanggulangi masalah-masalah mereka. Hasil survei yang dilakukan Huntington di beberapa negara berkemabang mencerminkan hal itu, hanya sebagian kecil saja dari orang-orang yang berpenghasilan dan berpendidikan rendah yang mempunyai minat dalam politik dan menganggap politik relevan dengan urusan mereka dan mereka juga merasa bisa ikut mempengaruhi pemerintah.


1 komentar:

  1. dapat ilmu tentang bentuk-bentuk partisipasi politik, Terima Kasih.

    salam kenal,
    beciketitik.blogspot.com

    BalasHapus